Manusia selalu
mencari masa depan cerah yang dapat memperbaiki kondisi kehidupannya.
Akan tetapi ketidakadilan dan kekacauan yang ada dalam kehidupan dunia
sering menjadi kendala bagi terwujudnya prospek yang diimpikan. Perang,
pendudukan, penjajahan dan kejahatan merupakan contoh kendala besar yang
menghalangi manusia untuk dapat mewujudkan cita-citanya.
Sejak lebih dari setengah abad lalu, khususnya dalam tempo empat tahun terakhir, sejak meletusnya intifada Masjidil Aqsha, orang-orang Zionis membantai rakyat Palestina, menghancurkan rumah dan ladang mereka serta merampas tanah miliki mereka. Lebih menyakitkan lagi, media massa Barat dengan sekuat tenaga menutupi kejahatan tersebut.
Kaum Zionis yang dalam hal ini diwakili oleh rezim zionis Israel tidak hanya melakukan kesewernang-wenangan terhadap rakyat Palestina saja, tetapi juga terhadap sejarah dan tempat-tempat suci mereka. Masjidil Aqsha merupakan salah satu contoh yang paling nyata dalam hal ini. Masjid yang amat diagungkan oleh umat Islam ini kini berada di dalam cengkeraman kaum Zionis yang sewaktu-waktu siap untuk menghancurkannya. Masjidil Aqsha adalah simbol ketertindasan dan resistensi bangsa Palestina.
Kota Beitul Maqdis atau Jerussalem, tempat Masjidil Aqsha berada, adalah kota yang amat dihormati oleh penganut tiga agama sawami, Islam, Kristen dan Yahudi. Bagi umat Islam, Masjidil Aqsha adalah kiblat pertama dan tempat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan mikraj ke langit. Di sini pulalah, sejumlah nabi dimakamkan. Al-Qur’an Al-Karim dalam ayat pertama surah Al-Isra menyatakan bahwa Allah telah memberkati sekitar masjid ini. Mikraj Nabi atau perjalanan beliau ke langit yang dimulai dari masjid ini merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi umat Islam.
Hanya selang beberapa tahun setelah wafatnya Nabi SAW, umat Islam berhasil merebut kota Beitul Maqdis dari tangan imperium Rumawi tanpa melalui pertumpahan darah. Kini, dengan jatuhnya kota ini ke tangan kaum Zionis, Masjidil Aqsha yang amat dihormati oleh umat Islam, berada dalam ancaman. Sebab, tak tertutupkemungkina, orang-orang Zionis akan menghancurkan masjid ini dengan alasan bahwa Masjidil Aqsha dibangun di atas lokasi bekas Kuil Sulaiman.
Kuil Sulaiman diyakini sebagai tempat ibadah bani Israel yang dibangun tahun 960 sebelum masehi oleh Nabi Sulaiman as. Akan tetapi 370 tahun setelah itu, tempat ibadah ini dihancurkan oleh bangsa Babilonia yang melakukan ekspansi ke sana. Menyusul kekalahan bangsa Babilonia dari tentara Persia yang dipimpin oleh Cyrus, Kuil Sulaiman kembali dibangun. Tahun 70 Masehi tentara Rumawi menyerang kota Jerussalem dan meratakan tempat ibadah umat yahudi tersebut dengan tanah. Tentara Rumawi tidak menyisakan bekas apapun dari tempat ibadah yang amat diagungkan oleh bani Israel ini.
Sekitar saatu abad yang lalu, ketika faham zionisme mulai muncul, para pendukung zionisme mengklaim bahwa Masjidil Aqsha dibangun di atas lokasi Kuil Sulaiman. Setelah terbentuknya rezim Zionis Israel di negeri Palestina tahun 1948 yang disusul dengan pendudukan atas kota Beitul Maqdis tahun 1967, kaum Zionis semakin gencar melakuan upaya pengerusakan Masjidil Aqsha untuk mendirikan Kuil Sulaiman di lokasi itu.
Menurut kepercayaan kaum Zionis, lokasi Masjidil Aqsha adalah pusat dari negeri Palestina. Untuk itu, dengan menghancurkan masjid ini dan mendirikan Kuil Sulaiman di atas lokasi itu, akan tercipta imipian kaum Zionis. Tak diragukan bahwa agama Yahudi telah mengalami perubahan dan pendistorsian sepanjang sejarah. Dan sekarang, agama yang telah disimpangkan ini dimanfaatkan oleh kaum Zionis untuk mengejar tujuan dan kepentingan mereka. Masalah pembentukan sebuah pemerintahan Yahudi dan kepulangan umat Yahudi ke negeri Palestina yang dijanjikan, merupakan salah satu contoh nyata dalam masalah ini. Padahal tidak sedikit pengikut agama Yahudi dan rabi mereka yang menentang berdirinya rezim Zionis di negeri Palestina.
Menyangkut soal pembangunan Kuil Sulaiman, ada friski tajam antara para pengikut agama Yahudi dengan kaum Zionis ekstrem. Umat Yahudi umumnya meyakini bahwa Kuil Sulaiman akan dibangun kembali oleh Messiah yang kelak akan datang untuk memenuhi bumi dengan keadilan. Sementara kaum Zionis bersikeras untuk mendirikan Kuil ini sebelum kedatangan Messiah.
Mengenai Kuil Sulaiman, banyak ahli sejarah yang meyakini bahwa lokasi rumah ibadah umat Yahudi ini berada di luar komplek Masjidil Aqsha. Karenanya, jika orang-orang Zionis bersikeras mendirikan kuil sUlaiman, semestinya mereka mendirikannya di lokasinya. Akan tetapi, kelompok ekstrem Zionis tetap menunjuk lokasi Masjidil sebagai lokasi Kuil Sulaiman.
Sejak menduduki Beitul Maqdis tahun 1967, orang-orang Zionis telah berkali-kali melakukan upaya penghancuran Masjidil Aqsha, yang salah satunya adalah pembakaran masjid ini tahun 1969. Untuk mencegah kemarahan umat Islam sedunia dan kutukan masyarakat internasional, rezim Zionis mengesankan bahwa aksi pembakaran dilakukan oleh seorang Yahudi ekstrem. Orang yang dituduh sebagai pelaku pembakaran itu dibebaskan setelah melalui proses persidangan yang direkayasa.
Setelah peristiwa itu, rezim Zionis Israel sering mengungkapkan adanya kelompok-kelompok yahudi ekstrem yang berusaha menghancurkan Masjidil Aqsha. Mereka berulang kali menyerang masjid ini. Secara terorganisir, mereka juga melakukan penggalian di bawah lokasi masjid dengan alasan untuk melakukan riset arkeologi dan mencari sisa-sisa peninggalan Kuil Sulaiman. Pernah juga mereka mengalirkan air di sepanjang galian di bawah masjid untuk menggoyahkan pondasinya. Akibatnya, dinding-dinding Masjidil Aqsha retak dan menurut para pengamat, dengan gempa yang relatif kecilpun kemungkinan masjid yang memiliki nilai kesucian dan sejarah yang tinggi ini akan roboh. Pengerusakan dengan cara ini diharapkan dapat meredam kemarahan umat Islam.
Tak dipungkiri bahwa rezim Israel mendukung dan menyujui aksi pengerusakan Masjidil Aqsha oleh orang-orang Zionis ekstrem. Akan tetapi, untuk mengelabuhi opini umum dunia, khususnya umat Islam, rezim Tel Aviv menyatakan menentang tindakan ekstrem tersebut. Beberapa bulan lalu, Menteri Keamanan dalam negeri Israel, menyatakan bahwa sekelompok orang Yahudi ekstrem berniat menghancurkan Masjidil Aqsha menggunakan pesawat tanpa awak atau melalui sebuah operasi bunuh diri. Operasi itu akan dilakukan ketika jemaah shalat memenuhi masjid tersebut.
Dengan pernyataan ini, rezim Tel Aviv berusaha mengesankan bahwa segala bentuk aksi pengerusakan Masjidil Aqsha tidak ada kaitannya dengan pemerintah Israel, sebab dilakukan oleh orang-orang ekstrem. Padahal, selama ini rezim Zionis telah melakukan berbagai tindakan yang bis dikategorikan sebagai upaya penghancuran Masjidil Aqsha, diantaranya adalah pelarangan warga Palestina untuk memasuki masjid itu, Judaisasi kota Beitul Maqdis, pengusiran umat Islam dari kota ini, pembanguan dinding pemisah di kota ini dan pelarangan untuk merenovasi Masjidil Aqsha.
Untuk melegalisasi tindakan perusakan Masjidil Aqsha, kelompok-kelompok Yahudi ekstrem meminta surat izin dari pengadilan Israel. Padahal, ketidak legalan rezim ini sudah dapat menjadi bukti akan ketidakabsahan segala bentuk keputusan pengadilannya. Mahkamah tinggi rezim Zionis yang selama ini berusaha mengesankan kenetralan dalam masalah agama, telah mengeluarkan keputusan yang secara tidak langsung mendukung penghancuran Masjidil Aqsha sedikit demi sedikit.
Tahun 1983, mahkamah Tinggi Israel mengeluarkan keputusan yang mengijinkan umat Yahudi menjalankan ibadah di pintu Babul Magharibah yang berada di luar komplek Masjidil Aqsha. Tahun 1999, Mahkamah ini mengeluarkan keputusan baru yang mengizinkan warga Yahudi beribadah di halaman Masjidil Aqsha. Pada tahun 2001, Mahkamah Israel mengijinkan umat Yahudi untuk meletakkan batu pondasi untuk pembangunan Kuil Sulaiman di Babul Magharibah.
Dengan keputusan ini berarti mahkamah Tinggi Israel mengizinkan kelompok Yahudi ekstrem untuk memisahkan sebagian besar lokasi dari Masjidil Aqsha untuk keperluan pembangunan Kuil Sulaiman. Saat ini, kaum Zionis sedang membangun sebuah rumah ibadah bersebelahan dengan tembok Buraq atau Nudbah di Masjidil Aqsha.
Beberapa waktu lalu, Presiden rezim Zionis Israel, Moshe Katsav, mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Vatikan yang isinya meminta Vatikan untuk menyerahkan harta peninggalan bekas Kuil Sulaiman yang berada di tangan Paus kepada Israel. Sebab menurut keyakinan kaum Zionis, kekayaan yang ada di dalam Kuil Sulaiman itu pada tahun 70 Masehi diboyong oleh tentara Rumawi ke Vatikan.
Satu langkah lagi yang dilakukan oleh kelompok ekstrem Yahudi untuk menghancurkan Masjidil Aqsha adalah mencari sapi yang berbulu merah. Menurut kepercayaan mereka, sebelum membangun Kuil Sulaiman, terlebih dahulu mereka harus menyembelih dan membakar sapi berusia 3 tahun yang berbulu merah dan belum pernah melahirkan anak.
Tahun 1997, anak sapi dengan ciri-ciri seperti ini lahir melalui proses perbaikan genetik. Hanya saja mereka menghadapi masalah. Sebab, menurut kepercayaan khufarat ini, sapi itu harus disembelih di kaki gunung zaitun yang saat ini berada dalam kekuasaan pemerintah otonomi Palestina. Karenanya, dalam beberapa tahun terakhir, rezim Zionis berusaha untuk mengosongkan kawasan ini dari orang-orang non Yahudi.
Sejak lebih dari setengah abad lalu, khususnya dalam tempo empat tahun terakhir, sejak meletusnya intifada Masjidil Aqsha, orang-orang Zionis membantai rakyat Palestina, menghancurkan rumah dan ladang mereka serta merampas tanah miliki mereka. Lebih menyakitkan lagi, media massa Barat dengan sekuat tenaga menutupi kejahatan tersebut.
Kaum Zionis yang dalam hal ini diwakili oleh rezim zionis Israel tidak hanya melakukan kesewernang-wenangan terhadap rakyat Palestina saja, tetapi juga terhadap sejarah dan tempat-tempat suci mereka. Masjidil Aqsha merupakan salah satu contoh yang paling nyata dalam hal ini. Masjid yang amat diagungkan oleh umat Islam ini kini berada di dalam cengkeraman kaum Zionis yang sewaktu-waktu siap untuk menghancurkannya. Masjidil Aqsha adalah simbol ketertindasan dan resistensi bangsa Palestina.
Kota Beitul Maqdis atau Jerussalem, tempat Masjidil Aqsha berada, adalah kota yang amat dihormati oleh penganut tiga agama sawami, Islam, Kristen dan Yahudi. Bagi umat Islam, Masjidil Aqsha adalah kiblat pertama dan tempat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan mikraj ke langit. Di sini pulalah, sejumlah nabi dimakamkan. Al-Qur’an Al-Karim dalam ayat pertama surah Al-Isra menyatakan bahwa Allah telah memberkati sekitar masjid ini. Mikraj Nabi atau perjalanan beliau ke langit yang dimulai dari masjid ini merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi umat Islam.
Hanya selang beberapa tahun setelah wafatnya Nabi SAW, umat Islam berhasil merebut kota Beitul Maqdis dari tangan imperium Rumawi tanpa melalui pertumpahan darah. Kini, dengan jatuhnya kota ini ke tangan kaum Zionis, Masjidil Aqsha yang amat dihormati oleh umat Islam, berada dalam ancaman. Sebab, tak tertutupkemungkina, orang-orang Zionis akan menghancurkan masjid ini dengan alasan bahwa Masjidil Aqsha dibangun di atas lokasi bekas Kuil Sulaiman.
Kuil Sulaiman diyakini sebagai tempat ibadah bani Israel yang dibangun tahun 960 sebelum masehi oleh Nabi Sulaiman as. Akan tetapi 370 tahun setelah itu, tempat ibadah ini dihancurkan oleh bangsa Babilonia yang melakukan ekspansi ke sana. Menyusul kekalahan bangsa Babilonia dari tentara Persia yang dipimpin oleh Cyrus, Kuil Sulaiman kembali dibangun. Tahun 70 Masehi tentara Rumawi menyerang kota Jerussalem dan meratakan tempat ibadah umat yahudi tersebut dengan tanah. Tentara Rumawi tidak menyisakan bekas apapun dari tempat ibadah yang amat diagungkan oleh bani Israel ini.
Sekitar saatu abad yang lalu, ketika faham zionisme mulai muncul, para pendukung zionisme mengklaim bahwa Masjidil Aqsha dibangun di atas lokasi Kuil Sulaiman. Setelah terbentuknya rezim Zionis Israel di negeri Palestina tahun 1948 yang disusul dengan pendudukan atas kota Beitul Maqdis tahun 1967, kaum Zionis semakin gencar melakuan upaya pengerusakan Masjidil Aqsha untuk mendirikan Kuil Sulaiman di lokasi itu.
Menurut kepercayaan kaum Zionis, lokasi Masjidil Aqsha adalah pusat dari negeri Palestina. Untuk itu, dengan menghancurkan masjid ini dan mendirikan Kuil Sulaiman di atas lokasi itu, akan tercipta imipian kaum Zionis. Tak diragukan bahwa agama Yahudi telah mengalami perubahan dan pendistorsian sepanjang sejarah. Dan sekarang, agama yang telah disimpangkan ini dimanfaatkan oleh kaum Zionis untuk mengejar tujuan dan kepentingan mereka. Masalah pembentukan sebuah pemerintahan Yahudi dan kepulangan umat Yahudi ke negeri Palestina yang dijanjikan, merupakan salah satu contoh nyata dalam masalah ini. Padahal tidak sedikit pengikut agama Yahudi dan rabi mereka yang menentang berdirinya rezim Zionis di negeri Palestina.
Menyangkut soal pembangunan Kuil Sulaiman, ada friski tajam antara para pengikut agama Yahudi dengan kaum Zionis ekstrem. Umat Yahudi umumnya meyakini bahwa Kuil Sulaiman akan dibangun kembali oleh Messiah yang kelak akan datang untuk memenuhi bumi dengan keadilan. Sementara kaum Zionis bersikeras untuk mendirikan Kuil ini sebelum kedatangan Messiah.
Mengenai Kuil Sulaiman, banyak ahli sejarah yang meyakini bahwa lokasi rumah ibadah umat Yahudi ini berada di luar komplek Masjidil Aqsha. Karenanya, jika orang-orang Zionis bersikeras mendirikan kuil sUlaiman, semestinya mereka mendirikannya di lokasinya. Akan tetapi, kelompok ekstrem Zionis tetap menunjuk lokasi Masjidil sebagai lokasi Kuil Sulaiman.
Sejak menduduki Beitul Maqdis tahun 1967, orang-orang Zionis telah berkali-kali melakukan upaya penghancuran Masjidil Aqsha, yang salah satunya adalah pembakaran masjid ini tahun 1969. Untuk mencegah kemarahan umat Islam sedunia dan kutukan masyarakat internasional, rezim Zionis mengesankan bahwa aksi pembakaran dilakukan oleh seorang Yahudi ekstrem. Orang yang dituduh sebagai pelaku pembakaran itu dibebaskan setelah melalui proses persidangan yang direkayasa.
Setelah peristiwa itu, rezim Zionis Israel sering mengungkapkan adanya kelompok-kelompok yahudi ekstrem yang berusaha menghancurkan Masjidil Aqsha. Mereka berulang kali menyerang masjid ini. Secara terorganisir, mereka juga melakukan penggalian di bawah lokasi masjid dengan alasan untuk melakukan riset arkeologi dan mencari sisa-sisa peninggalan Kuil Sulaiman. Pernah juga mereka mengalirkan air di sepanjang galian di bawah masjid untuk menggoyahkan pondasinya. Akibatnya, dinding-dinding Masjidil Aqsha retak dan menurut para pengamat, dengan gempa yang relatif kecilpun kemungkinan masjid yang memiliki nilai kesucian dan sejarah yang tinggi ini akan roboh. Pengerusakan dengan cara ini diharapkan dapat meredam kemarahan umat Islam.
Tak dipungkiri bahwa rezim Israel mendukung dan menyujui aksi pengerusakan Masjidil Aqsha oleh orang-orang Zionis ekstrem. Akan tetapi, untuk mengelabuhi opini umum dunia, khususnya umat Islam, rezim Tel Aviv menyatakan menentang tindakan ekstrem tersebut. Beberapa bulan lalu, Menteri Keamanan dalam negeri Israel, menyatakan bahwa sekelompok orang Yahudi ekstrem berniat menghancurkan Masjidil Aqsha menggunakan pesawat tanpa awak atau melalui sebuah operasi bunuh diri. Operasi itu akan dilakukan ketika jemaah shalat memenuhi masjid tersebut.
Dengan pernyataan ini, rezim Tel Aviv berusaha mengesankan bahwa segala bentuk aksi pengerusakan Masjidil Aqsha tidak ada kaitannya dengan pemerintah Israel, sebab dilakukan oleh orang-orang ekstrem. Padahal, selama ini rezim Zionis telah melakukan berbagai tindakan yang bis dikategorikan sebagai upaya penghancuran Masjidil Aqsha, diantaranya adalah pelarangan warga Palestina untuk memasuki masjid itu, Judaisasi kota Beitul Maqdis, pengusiran umat Islam dari kota ini, pembanguan dinding pemisah di kota ini dan pelarangan untuk merenovasi Masjidil Aqsha.
Untuk melegalisasi tindakan perusakan Masjidil Aqsha, kelompok-kelompok Yahudi ekstrem meminta surat izin dari pengadilan Israel. Padahal, ketidak legalan rezim ini sudah dapat menjadi bukti akan ketidakabsahan segala bentuk keputusan pengadilannya. Mahkamah tinggi rezim Zionis yang selama ini berusaha mengesankan kenetralan dalam masalah agama, telah mengeluarkan keputusan yang secara tidak langsung mendukung penghancuran Masjidil Aqsha sedikit demi sedikit.
Tahun 1983, mahkamah Tinggi Israel mengeluarkan keputusan yang mengijinkan umat Yahudi menjalankan ibadah di pintu Babul Magharibah yang berada di luar komplek Masjidil Aqsha. Tahun 1999, Mahkamah ini mengeluarkan keputusan baru yang mengizinkan warga Yahudi beribadah di halaman Masjidil Aqsha. Pada tahun 2001, Mahkamah Israel mengijinkan umat Yahudi untuk meletakkan batu pondasi untuk pembangunan Kuil Sulaiman di Babul Magharibah.
Dengan keputusan ini berarti mahkamah Tinggi Israel mengizinkan kelompok Yahudi ekstrem untuk memisahkan sebagian besar lokasi dari Masjidil Aqsha untuk keperluan pembangunan Kuil Sulaiman. Saat ini, kaum Zionis sedang membangun sebuah rumah ibadah bersebelahan dengan tembok Buraq atau Nudbah di Masjidil Aqsha.
Beberapa waktu lalu, Presiden rezim Zionis Israel, Moshe Katsav, mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Vatikan yang isinya meminta Vatikan untuk menyerahkan harta peninggalan bekas Kuil Sulaiman yang berada di tangan Paus kepada Israel. Sebab menurut keyakinan kaum Zionis, kekayaan yang ada di dalam Kuil Sulaiman itu pada tahun 70 Masehi diboyong oleh tentara Rumawi ke Vatikan.
Satu langkah lagi yang dilakukan oleh kelompok ekstrem Yahudi untuk menghancurkan Masjidil Aqsha adalah mencari sapi yang berbulu merah. Menurut kepercayaan mereka, sebelum membangun Kuil Sulaiman, terlebih dahulu mereka harus menyembelih dan membakar sapi berusia 3 tahun yang berbulu merah dan belum pernah melahirkan anak.
Tahun 1997, anak sapi dengan ciri-ciri seperti ini lahir melalui proses perbaikan genetik. Hanya saja mereka menghadapi masalah. Sebab, menurut kepercayaan khufarat ini, sapi itu harus disembelih di kaki gunung zaitun yang saat ini berada dalam kekuasaan pemerintah otonomi Palestina. Karenanya, dalam beberapa tahun terakhir, rezim Zionis berusaha untuk mengosongkan kawasan ini dari orang-orang non Yahudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar