Tafsir Basmalah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata: “Tafsirnya adalah:
Sesungguhnya seorang insan meminta tolong dengan perantara semua Nama
Allah. Kami katakan: yang dimaksud adalah setiap nama yang Allah punya.
Kami menyimpulkan hal itu dari ungkapan isim (nama) yang berbentuk
mufrad (tunggal) dan mudhaf (disandarkan) maka bermakna umum. Seorang
yang membaca basmalah bertawassul kepada Allah ta’ala dengan menyebutkan
sifat rahmah. Karena sifat rahmah akan membantu insan untuk melakukan
amalnya. Dan orang yang membaca basmalah ingin meminta tolong dengan
perantara nama-nama Allah untuk memudahkan amal-amalnya.” (Shifatush Shalah, hal. 64).
Kitabullah Diawali Basmalah
Penulisan Al-Qur’an diawali dengan basmalah. Hal itu telah ditegaskan
tidak hanya oleh seorang ulama, di antara mereka adalah Al Qurthuby yarhamuhullah di dalam tafsirnya. Beliau menyebutkan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum
telah sepakat menjadikan basmalah tertulis sebagai ayat permulaan dalam
Al-Qur’an, inilah kesepakatan mereka yang menjadi permanen -semoga
Allah meridhai mereka- dan Al Hafizh Ibnu Hajar yarhamuhullah pun menyebutkan pernyataan serupa di dalam Fathul Baari (Ad Dalaa’il Wal Isyaaraat ‘ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 9).
Teladan Nabi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila menulis surat memulai dengan bismillaahirrahmaanirrahiim (lihat Shahih Bukhari 4/402 Kitabul Jihad Bab Du’a
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ilal Islam wa Nubuwah wa ‘an laa
Yattakhidza Ba’dhuhum Ba’dhan Arbaaban min duunillaah wa Qauluhu ta’ala
Maa kaana libasyarin ‘an yu’tiyahullaahu ‘ilman ila akhiril ayah, Fathul Bari 6/109 lihatlah perincian tentang hal ini di dalam Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad karya Ibnul Qayyim 3/688-696, beliau menceritakan surat menyurat Nabi kepada para raja dan lain sebagainya (Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 17). Di dalam Kitab Bad’ul Wahyi Imam Bukhari menyebutkan hadits: “Bismillahirrahmaanirrahiim min Muhammadin ‘Abdillah wa Rasuulihi ila Hiraqla ‘Azhiimir Ruum…” (Shahih Bukhari no. 7, Shahih Muslim no. 1773 dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, lihat Hushuulul Ma’muul, hal. 9, lihat juga Ad Dalaa’il Wal Isyaaraat ‘ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 9).
Hadits Tentang Keutamaan Basmalah
Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata: “Adapun
hadits-hadits qauliyah tentang masalah basmalah, seperti hadits, ‘Kullu
amrin dzii baalin laa yubda’u fiihi bibismillaahi fahuwa abtar.’
hadits-hadits tersebut adalah hadits yang dilemahkan oleh para ulama.” Hadits ini dikeluarkan oleh Al Khathib dalam Al Jami’ (2/69,70), As Subki dalam Thabaqaat Syafi’iyah Al Kubra, muqaddimah hal. 12 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, tetapi hadits itu adalah hadits dha’ifun jiddan
(sangat lemah) karena ia merupakan salah satu riwayat Ahmad bin
Muhammad bin Imran yang dikenal dengan panggilan Ibnul Jundi. Al Khathib
berkata di dalam Tarikh-nya (5/77): ‘Orang ini dilemahkan
riwayat-riwayatnya dan ada celaan pada madzhabnya.’ Maksudnya: karena ia
cenderung pada ajaran Syi’ah. Ibnu ‘Iraq berkata di dalam Tanziihusy Syari’ah Al Marfuu’ah
(1/33): ‘Dia adalah pengikut Syi’ah. Ibnul Jauzi menuduhnya telah
memalsukan hadits.’ Hadits ini pun telah dinyatakan lemah oleh Al Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah sebagaimana dinukil dalam Futuhaat Rabbaniyah (3/290) silakan periksa Hushuulul Ma’muul, hal. 9). Adapun hadits: ‘Kullu amrin laa yubda’u fiihi bibismillaahiirahmaanirrahiim fahuwa ajdzam’ adalah hadits dha’if, didha’ifkan Syaikh Al Albani dalam Dha’iful Jaami’ 4217 (lihat catatan kaki Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim tahqiq Hani Al Hajj, 1/24).
Hikmah Memulai dengan Basmalah
Hikmah yang tersimpan dalam mengawali perbuatan dengan bismillahirrahmaanirraahiim
adalah demi mencari barakah dengan membacanya. Karena ucapan ini adalah
kalimat yang berbarakah, sehingga apabila disebutkan di permulaan kitab
atau di awal risalah maka hal itu akan membuahkan barakah baginya.
Selain itu di dalamnya juga terdapat permohonan pertolongan kepada Allah
ta’ala (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 17). Selain itu basmalah termasuk pujian dan dzikir yang paling mulia (lihat Taudhihaat Al Kasdalamyifaat, hal. 48).
Apakah Basmalah Termasuk Al Fatihah ?
Syaikh Al ‘Utsaimin berkata: “Dalam masalah ini terdapat perbedaan
pendapat di antara para ulama. Ada di antara mereka yang berpendapat ia
adalah termasuk ayat dari Al Fatihah dan dibaca dengan keras dalam
shalat jahriyah (dibaca keras oleh imam) dan mereka berpandangan tidak
sah orang yang shalat tanpa membaca basmalah karena ia termasuk surat Al
Fatihah. Dan ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa ia bukan
bagian dari Al Fatihah namun sebuah ayat tersendiri di dalam Kitabullah.
Pendapat inilah yang benar. Dalilnya adalah nash serta konteks isi
surat tersebut.” Kemudian beliau merinci alasan beliau (lihat Tafsir Juz ‘Amma, hal. 9 cet Darul Kutub ‘Ilmiyah).
Sahkah Shalat Tanpa Membaca Basmalah ?
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar mengawali shalat dengan membaca Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin (Muttafaqun ‘alaihi). Muslim menambahkan: Mereka semua tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim
di awal bacaan maupun di akhirnya. Sedangkan dalam riwayat Ahmad,
Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah Anas berkata: Mereka semua tidak mengeraskan
bacaan bismillaahirrahmaanirrahiim. Di dalam riwayat lainnya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dengan kata-kata: Mereka semua membacanya dengan sirr (pelan)
Diantara faidah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
- Tata cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khulafa’ur rasyidin membuka bacaan shalat dengan alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.
- Hadits ini menunjukkan bahwa basmalah bukan termasuk bagian awal dari surat Al Fatihah. Oleh sebab itu tidak wajib membacanya beriringan dengan surat ini. Akan tetapi hukum membacanya hanyalah sunnah sebagai pemisah antara surat-surat, meskipun dalam hal ini memang ada perselisihan pendapat ulama.
Para imam yang empat berbeda pendapat tentang hukum membaca basmalah:
- Imam Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad berpendapat bacaan itu disyari’atkan di dalam shalat.
- Imam Malik berpendapat bacaan itu tidak disyari’atkan untuk dibaca dalam shalat wajib, baik dengan pelan maupun keras.
Kemudian Imam yang tiga (Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad) berselisih tentang hukum membacanya:
- Imam Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat membacanya adalah sunnah bukan wajib karena basmalah bukan bagian dari Al Fatihah.
- Imam Syafi’i berpendapat membacanya adalah wajib.
(lihat Taudhihul Ahkaam, 1/413-414 cet. Dar Ibnul Haitsam)
Menjahrkan Basmalah dalam Shalat Jahriyah
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya: Apakah hukum menjahrkan (mengeraskan
bacaan) basmalah? Beliau menjawab: “Pendapat yang lebih kuat adalah
mengeraskan bacaan basmalah itu tidak semestinya dilakukan dan yang
sunnah adalah melirihkannya karena ia bukan bagian dari surat Al
Fatihah. Akan tetapi jika ada orang yang terkadang membacanya dengan
keras maka tidak mengapa. Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa hendaknya memang dikeraskan kadang-kadang sebab adanya riwayat
yang menceritakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeraskannya (HR. Nasa’i di dalam Al Iftitah Bab Qiro’atu bismillahirrahmaanirrahiim
(904), Ibnu Hibban 1788, Ibnu Khuzaimah 499, Daruquthni 1/305, Baihaqi
2/46,58) Akan tetapi hadits yang jelas terbukti keabsahannya menerangkan
bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak mengeraskannya (berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: Aku pernah shalat
menjadi makmum di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di
belakang Abu Bakar, di belakang Umar dan tidak ada seorang pun di
antara mereka yang memperdengarkan bacaan bismillahirrahmanirrahiim (HR. Muslim dalam kitab Shalat Bab Hujjatu man Qoola la yajharu bil basmalah
(399)) Akan tetapi apabila seandainya ada seseorang yang menjahrkannya
dalam rangka melunakkan hati suatu kaum yang berpendapat jahr saya
berharap hal itu tidak mengapa.” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 316-317)
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassaam mengatakan: “Syaikhul
Islam mengatakan: Terus menerus mengeraskan bacaan (basmalah) adalah
bid’ah dan bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hadits-hadits yang menegaskan cara keras dalam membacanya semuanya adalah palsu.” (Taudhihul Ahkaam, 1/414) Imam Ibnu Katsir mengatakan : “…para ulama sepakat menyatakan sah orang yang mengeraskan bacaan basmalah maupun yang melirihkannya…” (Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim, 1/22).
Penulis : Abu Mushlih Ari Wahyudi
Sumber : http://muslim.or.id/al-quran/faedah-seputar-basmalah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar