SENI PERANG ALA JENGHIS KHAN
Taktik dan Organisasi Pasukan Mongol
Taktik dan Organisasi Pasukan Militer Mongol dibentuk dan
dirancang oleh Jenghis Khan dan dengan taktik ini Kekaisaran Mongol hampir
menaklukkan seluruh benua Asia, Timur Tengah dan bagian timur Eropa.
Pondasi dasarnya yaitu dari sistem yang dikembangkan dan
merupakan kelanjutan dari gaya hidup nomaden dari bangsa Mongol. Hal-hal lain
dalam pengembangnya ditemukan oleh Jenghis Khan, atau para jenderal perangnya,
dan para penerus dinastinya. Teknologi budaya dan ahli teknis asing lain yang
dipikir berguna untuk sistem pertahanan dan serangan, diadaptasi atau diadopsi
kemudian diintegrasikan ke dalam struktur komando pasukan militernya.
Sebagian besar pertempuran pada abad ke-13, yang dilakukan
bangsa Mongol, mereka hanya kehilangan atau mengalami kekalahan beberapa
pertempuran dengan menggunakan sistem itu yang diterapkan Jenghis khan, tapi
kekalahan-kekalahan itu pun selalu diraih kembali, kekalahan itu dijadikan
pembelajaran dan kemudian dievaluasi sehingga hasilnya diubah jadi kemengan.
Dalam banyak kasus, mereka menang melawan tentara lawan yang
secara signifikan jauh lebih besar. Kekalahan pertama yang mereka alami yang
sebenarnya ketika terjadi dalam Pertempuran Ain Jalut di 1260, melawan tentara
yang telah dilatih khusus, merupakan pasukan pertama yang dilatih dengan oleh
pasukan mereka sendiri, senjata makan tuan. Pertempuran Itu sekaligus
mengakhiri ekspansi Kekaisaran Mongol ke wilayah barat, dan dalam 20 tahun ke
depan, Mongol juga menderita kekalahan dalam invasi percobaan ke Vietnam
(Annam) dan Jepang. Tetapi kekalahan itupun secara global dikarenakan Kekaisaran
Mongol dalam kondisi terpecah belah dan mulai melemah sebagai dampak besar dari
invasi kewilayah lain yang telah mereka lakukan yang berlangsung selama kisaran
seratus tahun lebih, dengan mulai timbul pemberontakan dan pemisahkan diri oleh
wilayah bawahnya yang pernah ditaklukan oleh pasukan Kekaisaran Mongol.
Organisasi dan karakteristik Pasukan
A. Sistem Desimal
Jenghis Khan mengorganisir tentara Mongol ke dalam
kelompok-kelompok berdasarkan sistem desimal. Satu unit atau regu pasukan,
terdiri dari 14-60 orang, yang secara rekursif dibangun dari kelompok terdiri
dari 10 (Arav), 100 (Zuut), 1.000 (Minghan), dan 10.000 (Tumen), masing-masing
dengan sistem pelaporan oleh pemimpin pasukan dari tingkat lebih rendah ke
tingkat berikutnya yang lebih tinggi. Unit-unit regu pasukan itu diawasi oleh
seorang intendan (kepala divisi pasukan) Tumen, yang disebut jurtchi. Artinya
total pasukan dapat dihitung sekitar minimal 140 ribu sampai 600 ribu orang
dengan diambil rata-rata sekitar 440 ribu orang pasukan Kekaisaran Mongol yang
tersebar di Wilayah Monggol sendiri dan wilayah-wilayah bawahannya yang sudah
ditaklukan.
Jenghis Khan menghargai mereka, yang telah setia kepadanya
selama tahun-tahun sampai ia naik ke puncak kekuasaannya, melalui surat
keputusan yang dibuat dari markas besarnya. Para Tumen, dan Minghan,
diperintahkan oleh seorang Noyan, yang diberi tugas untuk mengelola wilayah
secara administratif pada wilayah yang sudah ditaklukan.
Dari Sejumlah Tunmen, kira-kira dua sampai lima Tumen,
kemudian akan membentuk sebuah Ordu yang berarti sebuah korps gabungan tentara atau pasukan tempur, yang mana
istilah kata "Horde" atau unit tentara gabungan itu dibentuk atas
perintah para Khan atau para jenderal mereka (Boyan). Sebuah Ordu adalah sebuah
unit tentara gabungan yang diatur secara ketat dengan sistem organisasi dan
tampilan bentuk formasi pasukan yang seragam.
Transfer atau perpindahan antar unit regu pasukan dilarang.
Para pemimpin pada tingkat masing-masingnya memiliki lisensi atau wewenang
penuh untuk mengeksekusi perintah mereka sendiri dengan cara yang mereka anggap
terbaik. Struktur komando pasukan dengan sistem diatas terbukti sangat
fleksibel dan memungkinkan tentara Mongol untuk menyerang secara massal,
membagi menjadi kelompok-kelompok lebih kecil untuk memimpin pengepungan dalam
penyergapan pasukan lawan, atau membagi menjadi kelompok-kelompok kecil terdiri
dari 10 tentara atau lebih ketika melarikan diri atau terpecah belah saat
pertempuran berlangsung.
Setiap tentara secara individu bertanggung jawab atas
peralatan dan senjata yang mereka miliki (senjata inventaris pasukan),
sekurang-kurangnya masing-masing dari mereka memiliki lima jenis senjata.
Meskipun mereka berperang sebagai bagian dari unit pasukan tetapi keluarga dan
hewan tunggangan para personil pasukan akan menemani pada setiap ekspedisi
keluar wilayah.
Dari semua unit pasukan yang ada, terdapat pasukan elit yang
disebut keshig. Pasukan itu berfungsi sebagai penjaga kekaisaran Kekaisaran
Mongol serta tempat pelatihan bagi perwira muda potensial, Subutai Agung
(penasihat militer para pewaris Jenghis Khan) memulai karirnya di sana.
B. Memutuskan
Hubungan Mata Rantai Kelompok Kesukuan
Sebelum era Jenghis Khan, banyak suku dan konfederasi
didaratan Mongol, termasuk diantaranya Suku-suku bangsa Naiman, Merkit, Tatar,
Mongol, dan Keraits. Mereka pada awalnya sering saling melakuan penyergapan
satu sama lain atau bahkan saling bergabung melakukan itu Permusuhan ini
berlangsung berabad-abad lamanya. Saling balas dendam. Selain itu, banyak
kelompok keluarga dan individu telah dikucilkan dari suku mereka karena
berbagai alasan dan tinggal di luar perlindungan suku. Kelompok-kelompok yang
terakhir inilah yang disambut oleh Jenghis Khan untuk bergabung dengan
pasukannya.
Ketika terjadi penggabungan tentara baru ke dalam tentara
inti, Jenghis Khan membagi tentara di bawah pemimpin yang berbeda untuk memecah
hubungan sosial dan kesukuan tersebut, sehingga tidak ada pembagian berdasarkan
garis keturunan dari aliansi suku-sukunya. Dengan demikian, ia membantu untuk
mempersatukan masyarakat yang berbeda dan terbentuklah loyalitas baru dari
setiap pasukan, satu sama lainnya. Namun demikian, identitas kesukuan lama
tidak sepenuhnya hilang, masih terdapat dari beberapa suku yang merupakan
orang-orang Jenghis Khan sebenarnya yang dengan tetap setia kepadanya sepanjang
tahun, secara keras tetap mempertahankan beberapa integritas dan rasa identitas
sebagai kelanjutanya, sedangkan Suku-suku bangsa seperti Tatar, Mergids,
Keraits, Naiman dan klan bekas musuhnya yang awalnya lebih kuat dari Jenghis
Khan benar-benar telah terputus kesatuan mereka. Oleh karena itu, ada contoh
misal Tunmen Ongut tetapi tidak pernah merupakan bagian dari Tumen Tatar,
padahal klan Ongut bagian dari suku bangsa Tartar.
Promosi jabatan diutamakan berdasarkan prestasi. Setiap
pimpinan unit pasukan bertanggung jawab atas kesiapan prajuritnya setiap saat
dan akan diganti jika ditemukan dan dinilai adanya ketidakcakapan dalam
memimpin.
Promosi jabatan juga diberikan atas dasar kemampuan, bukan
atas identitas asal muasal kelahirannya, dengan kemungkinan pengecualian untuk
kerabat dari Jenghis Khan sendiri tentunya, yang merupakan tingkat komando
tertinggi pada hirarki pasukan. Sebuah contoh yang baik akan Subutai, putra
seorang pandai besi (profesi yang sangat terhormat sebenarnya pada masa, tetapi
biasanya tidak ditakdirkan untuk jadi calon pemimpin).
Contoh dalam serangkaian invasi penaklukan Eropa Barat dan
Timur, secara normal harusnya komando dipegang oleh Batu Khan, cucu Jenghis
Khan. Dua pangeran lainnya yang sedarah dengan Batu Khan mengepalai
masing-masing sayap pasukan itu. Tapi ketiga pangeran anak Jenghis Khan
tersebut secara operasional berada di bawah pengendalian Subutai. Setelah
menerima berita kematian Ogedei Khan (putra dan penerus Jenghis Khan) pada
tahun 1243. Itulah Subutai, yang mengingatkan ketiga pangeran yang ogah-ogahan
atas tugas dinasti mereka dan Subutai memerintahkan para Tumen untuk naik
kembali ke Mongol. Dengan demikian, kejadian ini menyelamatlah Eropa dari
pukulan kehancuran total lebih lanjut.
Setiap tentara Mongol biasanya memiliki dan memelihara 3
atau 4 ekor kuda. Personil pasukan sering melakukan pergantian kuda saat
perjalanan dengan kecepatan tinggi selama berhari-hari tanpa berhenti.
Kemampuan mereka untuk bertahan hidup dari alam sekitarnya dan dalam situasi
yang ekstrim mereka mengandalkan hewan peliharaanya (terutama susu kuda),
membuat tentara Mongol jauh lebih sedikit dari ketergantungan kepada petugas
pemasok logistik kebutuhan pangan secara tradisional. Dalam beberapa kasus,
seperti selama invasi dari Hungaria pada awal 1241, mereka melakukan perjalanan
hingga 100 mil (160 km) per hari (24 jam), yang pada masa itu tidak pernah
pernah terdengar ada pasukan yang mampu melakukannya.
Kemampuan bergerak prajurit secara individu memungkinkan
untuk mengirim mereka pada misi untuk berhasil mengumpulkan informasi intelijen
tentang rute dan mencari daerah untuk medan perang sesuai dengan taktik tempur
yang disukai pasukan Mongol.
Selama invasi atas Kievan Rus, bangsa Mongol menggunakan
sungai beku sebagai jalur lintasnya. Musim dingin ini seharusnya tahun-tahun
dimana masa terlarang untuk setiap kegiatan utama karena sungguh sangat dingin,
tetapi bagi bangsa Mongol menjadi waktu yang digunakan untuk menyerang.
Untuk menghindari hujan panah atau senjata yang mematikan
dari tentara Mongol, lawanya mengantisifasi dengan cara menyebar atau mencari
perlindungan, dengan memecah formasi membuat lawanya lebih rentan terhadap
incaran para pasukan ahli mengunakan tombak dari pasukan Mongol. Demikian
halnya juga kalau lawanya tergabung dalam satu induk pasukan besar, mereka akan
menjadi lebih rentan lagi terhadap serangan pasukan pemanah.
Setelah musuh dianggap cukup lemah dan terpencar, para Noyan
(panglima pasukan) akan memberikan isyarat. Maka drum akan ditabuh dan diikuti
isyarat dari bendera, ini tanda bagi para pasukan yang ahli mengunakan tombak
untuk memulai tugas mereka. Seringkali, kehancuran dengan serbuan hujan panah
pun sudah cukup untuk mengusir lawannya, sehingga pasukan ahli-ahli tombak
hanya diperlukan untuk membantu mengejar dan menyergap sisa-sisa pasukan lawan
yang pontang-panting kabur, menyelamatkan diri.
Ketika menghadapi tentara Eropa, yang lebih menekankan
bentuk formasi kavaleri berat, tentara Mongol akan menghindari konfrontasi
langsung, dan sebaliknya akan menggunakan busur mereka untuk menghancurkan
kavaleri musuh pada jarak jauh. Jika baju besi bertahan dari serangan panah
mereka, bangsa Mongol akan menyerang kuda-kuda para ksatri, sehingga hanya
meninggalkan seorang pria berat lapis baja dengan berjalan kaki dan terisolasi
dari yang lainya. Alhasil kesatria-kesatria itu menjadi bulan-bulanan dan
santapan lezat para pembantai yaitu pasukan Mongol
Pada Pertempuran Mohi, tentara Mongol membuka celah di
barisan mereka, hal ini tentunya memikat orang-orang Hongaria untuk mundur
melalui celah itu. Hal ini mengakibatkan Hungaria yang terdiri dari pedesaan
yang telah dihancurkan sebelumnya menjadi tempat pelarian bagi mereka yang
melarikan diri dari pertempuran dan inilah saatnya bagi para pemanah pasukan
mongol yang bersembunyi dibalik gunung, yang hanya dengan memacu kudanya secara
serentak lalu menghabisi mereka, sedangkan pasukan ahli tombak ditusuk menusuk
dengan seenak hatinya. Pada pertempuran Legnica, para kesatria berkuda
Teutonik, Templar dan Hospitaller hanya sedikit yang mampu berdiri turun dari
kudanya yang terbunuh akibat diserang pasukan Mongol, dan tidak bisa berjalan
apalagi berlari dengan cepat. Jelas! Terang saja ketidakbebasan bergerak ini
akibat pakaian perang yang digunakan dan dengan demikian para pasukan pemanah
Mongol memastikan mereka dihabisi semua.
Unit regu pasukan tentara Mongol terus menerus berlatih baik menunggang kuda, memanah, atau
taktik formasi dan rotasi tempur. Pelatihan ini dikelola dengan disiplin keras,
tapi bukan berarti kasar atau pelatihan yang tidak masuk akal, latihan yang
manusiawi, tapi intinya yang membuat mereka tangguh adalah displin akan latihan
itu sendiri.
Pejabat teras seperti biasanya diberi kelonggaran luas oleh
atasan mereka dalam melaksanakan perintah yang mereka jalankan, selama tujuan
yang lebih besar dari rencana itu dilayani dengan baik dan perintah segera
dipatuhi. Sehingga tentara Mongol terhindar dari disiplin yang terlalu kaku dan
micro management inilah yang telah terbukti menjadi momok untuk angkatan
bersenjata sepanjang sejarah. Namun, semua anggota pasukan harus setia dengan
tanpa syarat atas satu sama lain dan terlebih kepada atasan mereka, dan lebih
jauh lagi terutama terhadap Khan, Kaisar Mongol. Jika seorang tentara lari dari
situasi bahaya dalam pertempuran, kemudian ia dan sembilan rekannya dari arva
(kelompok terkecil dari pasukan seperti disebutkan sebelumnya) akan menghadapi
hukuman mati bersama-sama.
Salah satu metoda pelatihan unik yang orang Mongol gunakan
adalah dengan cara melakukan berburu dengan sekala besar, diselenggarakan
setiap tahun di stepa (area daratan luas yang terdiri dari semak belukar). Para
penunggang kuda Mongol akan membuat lingkaran besar, dan mengusir segala macam
binatang kemudian digiring menuju pusat perburuan. Hal ini melatih bergerak
manuver secara dinamis yang sangat diperlukan juga saat di medan perang, bangsa
Mongol akan menjebak semua binatang dari berbagai jenis dalam pengepungan
mereka, dan atas perintah komandan mereka, mulai pembantaian. Jika pemburu
membunuh setiap makhluk sebelum waktu yang ditentukan, atau jika ada satu
binatang yang memungkinkan untuk melarikan diri dari cincin lingkaran
perburuan, mereka akan dihukum. Dengan demikian bangsa Mongol mampu melatih,
menikmati rekreasi berburu, dan sekaligus mengumpulkan makanan untuk pesta
besar-besaran.
Enam dari setiap sepuluh tentara Mongol merupakan pasukan
kavaleri ringan, pemanah berkuda, empat sisanya termasuk kavaleri berat berat
karena berbaju lapis baja dan ahli
bersenjata tombak. Boleh dikatakan bahwa tentara Mongol adalah pasukan kavaleri
ringan bahkan sangat ringan dibandingkan dengan standar kavaleri kontemporer,
yang memungkinkan mereka untuk mengeksekusi taktik dan manuver yang akan
menjadi tidak praktis untuk musuh yang lebih berat (seperti ksatria Eropa).
Sebagian besar pasukan yang tersisa 2/5-nya adalah kavaleri berat dengan
bersenjatakan tombak untuk pertempuran jarak dekat setelah pasukan pemanah yang
telah membawa musuh ke dalam situasi kekacauan. Pasukan pemanah ini juga
biasanya secara otomatis bisa melakuan pertempuran jarak dekat dengan senjata
pedang, kapak atau senjata tempur jarak dekat yang lainya.
Pasukan tentara Mongol melindungi kuda-kuda perang mereka
dengan cara yang sama seperti yang dilakukan atas diri mereka sendiri, menutupi
mereka dengan baju besi pipih. Baju besi kuda dibagi menjadi lima bagian dan
dirancang untuk melindungi setiap bagian dari kuda, termasuk dahi, yang
memiliki plat khusus yang dibuat dengan cara diikat di setiap sisi leher.
Kuda perang pasukan Mongolia relatif kecil, dan akan kalah
berlalri pada jarak pendek jika adu tanding balapan dalam kondisi yang sama
dengan kuda yang lebih besar dari daerah lain, khususnya di Eropa. Namun
demikian, karena tentara lawanya yang berjalan perlengakapan perang yang jauh
lebih berat, kuda pasukan Mongol masih bisa berlari lebih cepat dari pasukan
berkuda musuh dalam situasi pertempuran. Selain itu, kuda perang pasukan
Mongolia yang sangat tahan dikendarai lama dan kokoh, yang memungkinkan pasukan
Mongol untuk bergerak jarak jauh secara cepat, terkadang lawannya sering
dikejutkan dengan serangan tiba-tiba padahal mereka memprediksi dengan perhitungan
waktu mereka sendiri masih kisaran beberapa hari lagi atau minggu kemudian atas kedatangan pasukan Mongol. Hal ini
memberi efek kejut yang luar biasa, itulah salah satu keunggulan dari tentara
Mongol.
Semua kuda yang dilengkapi dengan sanggurdi (tempat
menyimpan panah). Ini keuntungan teknis membuat lebih mudah bagi para pemanah
Mongol untuk mengubah tubuh bagian atas mereka, dan menembak ke segala arah,
termasuk ke belakang. Prajurit Mongol akan mengatur waktu untuk setiap bilangan
dari panah yang dilepaskan, dan dari ketinggian kurang lebih antara 2-3 meter
dari tanah, parajurit itu bisa mempredikisi jarak dengan lawan dari mendengar
derap kuda yang ditimbulkan sehingga mampu memastikan baik sasaran tembak
dengan mantap
Setiap prajurit memiliki dua sampai empat ekor kuda sehingga
ketika kuda yang dipakai sudah lelah mereka bisa menggunakan yang lain dan
itulah yang membuat mereka merupakan salah satu tentara tercepat di dunia.
Namun, ini juga membuat tentara Mongol rentan terhadap kekurangan pakan ternak;
terutama jika ekspedisi penyerangan dilakukan di daerah kering atau hutan,
dengan demikian membawa kesulitan tersendiri dan bahkan di daerah padang rumput
yang ideal pun, pasukan Mongol harus terus bergerak untuk memastikan cukup
persediaan rumput sebagai pakan untuk ternak kuda yang begitu besar jumlahnya,
2-4 kali lipat dari jumlah pasukan meraka sendiri.
E. Logistik
Tentara Mongol dalam melakukan perjalanan semisal long march
terlihat sangat ringan, dan mampu bertahan hidup karena bisa memenuhinya dari
alam sekitarnya. Peralatan mereka untuk memenuhi kebutuhan itu termasuk kait
ikan dan alat berburu lainnya yang dimaksudkan agar membuat setiap prajurit
terlepas dari sumber pasokan tetap. Bahan makanan dalam perjalanan yang paling
umum dari pasukan Mongol yaitu daging yang dikeringkan disebut
"Borts", yang masih umum dalam masakan bangsa Mongolia sampai saat
ini. Borts ringan dan mudah dibawa untuk perjalanan dan dapat dimasak dengan
air, sama dengan sup "makanan instan, cepat saji" jaman modern
sekarang.
Pasukan Mongol selalu akan memastikan dia memiliki dan
membawa kuda yang kondisinya segar bugar, para prajurit yang masing-masing
biasanya memiliki kuda 2 sampai 4 jumlahnya Dan karena sebagian besar kuda
perang bangsa Mongol adalah kuda tunggangan, mereka bisa hidup dari kuda mereka
itu 'susu atau produk lainnya bila diperlukan. Dalam kondisi sulit, prajurit
Mongol bisa minum sedikit dari darah kuda tersebut dengan menyobek nadinya.
Mereka bisa bertahan hidup sebulan hanya dengan minum susu kuda yang
dikombinasikan dengan darah kuda juga.
Peralatan berat dibawa gerobak dengan pasokan yang terorganisir
dengan baik. Gerobak diperuntukan antara lain untuk stok pasokan besar panah.
Hal paling utama untuk pasokan logistik yang terbatas, didepan perjalanan
mereka harus memastikan menemukan cukup buat pasokan makanan dan air untuk
mereka sendiri dan hewan yang dibawa. Dalam semua ekspedisi militer yang
memakan waktu lama, para prajurit membawa serta keluarga mereka.
F. Komunikasi
Bangsa Mongol membangun sistem stasiun atau pos relai kuda,
mirip dengan sistem yang digunakan di Persia kuno untuk transfer secara cepat
pesan-pesan tertulis. Sistem surat Mongol adalah seperti sistem pertama
kerajaan besar Kekaisaran Romawi. Selain itu, komunikasi medan perang Mongol
memanfaatkan bendera dan tanduk isnyarat serta pada tingkat lebih rendah,
dilakukan oleh isyarat panah untuk mengkomunikasikan perintah pergerakan
pasukan selama pertempuran.
Kostum atau seragam dasar orang Mongol untuk pertempuran
terdiri dari mantel berat yang diikat di pinggang dengan sabuk kulit. Pada
sabuk tersebut akan menggantung pedang, belati, dan mungkin kapak. Ini mantel
jubah yang dilipat bidang badan kiri 2 kali lipatan dan diamankan oleh sejenis
tombol atau kancing beberapa inci di bawah ketiak kanan. Mantel tersebut
dilapisi dengan bulu. Di bawah mantel, pakaian dalam seperti sebuah kemeja
lengan panjang dengan baju longgaryang umum dipakai.terbuat dari sutra dan
benang logam, yang semakin banyak digunakan. Bangsa Mongol mengenakan kaus
pelindung adalah sutra berat. Bahkan jika panah menembus lapisan pelindung luar
mereka atau garmen kulit luar, panah itu tidak mungkin untuk benar-benar
menembus sutra, sehingga mencegah anak panah dari bahaya yang menyebabkan
kematian.
Sepatu bot yang terbuat dari kulit dan meskipun berat akan
terasa nyaman dan cukup lebar untuk mengakomodasi celana terselip sebelum dikat
erat dengan tali. Mereka mengunakan sejenis sepatu meskipun heelless, tidak
tinggi, disol tebal dan dilapisi dengan bulu. Dikenakan juga dengan kaus kaki,
sehingga membuat kaki tidak mungkin untuk mendapatkan rasa dingin.
Baju besi pipih yang dikenakan di atas mantel tebal. Baja
ini terdiri dari besi dengan skala kecil, serat berantai, atau kulit keras yang
dijahit bersama dengan penjepit kulit dan bisa ditimbang kurang lebih 10
kilogram (22 pon) jika terbuat dari kulit saja dan lebih berat lagi jika
lapisan baja itu terbuat dari sisik logam. Kulit lapis pertama ini dilunakan
dengan cara direbus dan kemudian dilapisi dengan pernis mentah, yang
menjadikannya tahan air. Terkadang mantel berat prajurit itu hanya diperkuat
dengan pelat logam saja. Mantel ini tentunya tidak terus dipakai, tetapi selama
situasi akan melakukan pertempuran saja.
Helm yang berbentuk kerucut dan terdiri dari pelat besi atau
baja dengan ukuran yang berbeda dan termasuk besi berlapis penjaga leher.
Penutup muka pasukan Mongol adalah berbentuk kerucut dan terbuat dari bahan
berlapis, reversibel pada musim dingin, dan penutup telinga. Apakah helm
tentara adalah kulit atau logam tergantung pada pangkat dan kekayaan? Yang
pasti semua sama, nilai sebuah nyawa tidak tergantung pangkat dan kekayaan
tentunya.
H. Senjata Perang
Busur panah
Senjata utama pasukan Mongol adalah busur Mongol. Itu adalah
busur recurve terbuat dari bahan komposit (otot kayu dan tanduk), dan pada saat
yang tak tertandingi untuk mencapai akurasi, kekuatan, dan pencapaian. Geometri
busur memungkinkan untuk dibuat relatif kecil sehingga dapat digunakan dan
menembak ke segala arah dari kuda. Quivers berisi enam puluh anak panah yang
diikat di punggung pasukan kavaleri. Paukan pemanah Mongol adalah pasukan
pemanah yang sangat terampil dengan busur dan dikatakan bahwa mereka mampu
membidik burungtepat pada sayapnya.
Kunci kekuatan busur Mongolia adalah konstruksi laminasi,
dengan lapisan tanduk rebus dan untuk menambah otot kayu. Lapisan tanduk berada
di bagian muka karena tahan kompresi, sedangkan bagian lapisan muka otot berada
di luar karena menolak ekspansi. Semua ini memberi kekuatan busur besar yang
membuat sangat efektif sekalipun terhadap baju besi. Busur Mongol bisa
menembakan panah keatas sejauh 5 kilometer (0,31 mil). Target tembakan itu
mungkin pada kisaran 200 atau 230 meter (660 atau 750 kaki), menentukan jarak
dekat taktis yang optimal unit pasukan kavaleri ringan. Tembakan balistik bisa
memukul unit pasukan musuh (tanpa menargetkan sasaran secara individu tentara)
pada jarak hingga 400 meter (1.300 kaki), berguna untuk mengejutkan dan
menakut-nakuti tentara dan kuda lawan
sebelum memulai serangan yang sebenarnya.
Pemanah pasukan Mongol menggunakan berbagai macam panah,
tergantung pada target dan jarak. Chainmail dan beberapa baju besi logam bisa
ditembus dari jarak dekat dengan menggunakan panah berat khusus.
Pedang
Mongol adalah pedang pedang sedikit melengkung yang
digunakan untuk memotong serangan tetapi juga mampu memotong dan menusuk,
karena bentuk dan konstruksi, sehingga lebih mudah untuk digunakan dari kuda.
Pedang dapat digunakan dengan pegangan satu tangan atau dua tangan dan memiliki
pisau yang biasa panjangnya sekitar 2 kaki (0,61 m), dengan panjang keseluruhan
pedang sekitar 3 kaki (0,91 m) dan mungkin tidak pernah lebih 1 meter (3 kaki 3
inchi).
I. Taktik Perang
“Pengepungan”
Catapults dan mesin pengepungan lainnya
Teknologi adalah salah satu aspek penting dari Mongolia peperangan.
Misalnya, mesin pengepungan adalah bagian penting dari perang Jenghis Khan,
terutama dalam menyerang kota-kota berkubu atau mempunyai benteng pertahanan.
Mesin pengepungan tidak dibongkar dan dibawa oleh kuda dibangun kembali di
lokasi pertempuran seperti tentara Eropa. Sebaliknya rombongan pasukan Mongol
akan melakukan perjalanan dengan insinyur-insinyur terampil yang akan membangun
mesin pengepungan dari bahan di tempat pertempuran.
Para insinyur membangun mesin direkrut diantara para
tawanan, sebagian besar dari Cina dan Persia. Ketika pasukan Mongol membantai
seluruh populasi, mereka sering terhindar yaitu insinyur dan teknisi, secara
cepat diasimilasi mereka ke dalam tubuh pasukan tentara Mongol.
Kharash
Sebuah taktik yang umum digunakan adalah penggunaan apa yang
disebut "kharash". Selama pengepungan Mongol akan berkumpul dengan
kerumunan penduduk setempat atau tentara yang menyerah dari pertempuran
sebelumnya, dan akan menyuruh mereka maju dalam pengepungan dan pertempuran.
Ini sejenis "papan hidup" atau "perisai manusia" sering
menjadi korban ujung panah lawan, sehingg para prajurit Mongol dibagian posisi
lebih aman. Kharash itu juga sering dipaksa didepan untuk mendobrak dinding
pertahanan.
J. Strategi Menjaga Sang Panglima Perang
Taktik pasukan Mongol di medan perang adalah kombinasi hasil
ahli pelatihan dengan komunikasi yang baik dan disiplin dalam menghadapai
kekacauan pertempuran. Mereka dilatih untuk hampir setiap kemungkinan terjadi,
jadi ketika itu terjadi, mereka bisa bereaksi dengan menyesuaikan diri. Tidak
seperti kebanyakan lawan mereka, Pasukan tentara Mongol juga dilindungi perwira
mereka dengan baik. Pelatihan dan disiplin memungkinkan mereka untuk melawan
tanpa memerlukan pengawasan atau intruksi terus menerus dan berantai, yang
sering menempatkan posisi komandannya dalam situasi berbahaya.
Bila mungkin, komandan pasukan Mongol harus menemukan dan
menempati tanah tertinggi yang tersedia, di mana mereka bisa membuat keputusan
dan kesimpulan taktis didasarkan pada pandangan terbaik dari peristiwa yang
terjadi di medan perang. Selanjutnya, keberadaannya di tempat yang tinggi
memungkinkan pasukan mereka untuk mengamati lebih mudah perintah yang
disampaikan oleh isyarat bendera daripada perintah itu disampaikan dilevel
ketinggian yang sama. Selain itu, komandan tinggi di tempatkan ditanah
tertinggi membuat mereka lebih mudah untuk menjaga dan mempertahankannya.
Tidak seperti tentara Eropa, yang sangat besar menekankan
pada keberanian pribadi, dan dengan demikian ketika pemimpin mereka mati oleh
orang-orang yang cukup berani untuk membunuh mereka, bangsa Mongol menganggap
pemimpin mereka sebagai aset vital. Sebuah hal yang umum seperti halnya
Subutai, tidak bisa naik kuda di bagian akhir dari karirnya karena usia dan
obesitas, pasti akan diejek keluar dari hampir semua tentara Eropa waktu itu.
Tapi di Mongol dia masih diakui dan dihormati atas kekuatan insting dan strategi
militernya, yang telah menjadi salah satu bawahan yang Jenghis khan yang paling
mumpuni dan disegani, jadi dia nyantai aja walau diangkut di dalam gerobak.
K. Intelijen dan
Perencanaan
Bangsa Mongol sangat hati-hati dan memata-matai musuh mereka
sebelum melakukan invasi apapun. Sebelum invasi Eropa, Batu dan Subutai
mengirim mata-mata selama hampir sepuluh tahun ke jantung Eropa, membuat peta
jalan Romawi kuno, menetapkan rute perdagangan, dan menentukan tingkat
kemampuan masing-masing kerajaan untuk melawan invasi. Mereka terdidik menebak
keinginan dari setiap kerajaan untuk membantu pihak lain, dan memprediksi
kemampuan mereka untuk melawan sendiri atau bersama-sama.
Juga, ketika menyerang suatu daerah, bangsa Mongol akan
melakukan semua yang diperlukan untuk benar-benar menaklukkan kota-kota
tersebut. Beberapa taktik yang dilakukan adalah mengalihkan jalur sungai-sungai
yang mengarah kota-kota yang akan ditaklukan, menutup pasokan pangan dan
menunggu penduduknya untuk menyerah, mengumpulkan warga sipil dari daerah
terdekat untuk mengisi lini depan untuk serangan kota sebelum mendaki dinding
atau tembok pertahanan, dan melakukan perampokan di daerah sekitarnya lalu
membunuh beberapa orang, maka membiarkan beberapa yang selamat melarikan diri
ke kota utama untuk melaporkan kerugian mereka kepada rakyat utama untuk
melemahkan perlawanan, sekaligus menguras sumber daya dari kota karena dengan
masuknya secara tiba-tiba para pengungsi.
Bangsa Mongol berhasil menggunakan perang psikologis dalam
banyak pertempuran mereka, terutama dalam hal menyebarkan teror dan ketakutan
ke kota-kota lainya. Mereka sering memberi kesempatan kepada musuh untuk
menyerah dan membayar upeti, daripada kota mereka tersebut dijarah dan
dihancurkan. Mereka tahu bahwa penduduk dengan populasi menetap tidak bebas
untuk lari seperti populasi nomaden dan bahwa penghancuran kota-kota bagi
mereka adalah menjadi kehilangnya terburuk. Ketika kota-kota tersebut menerima
tawaran itu, mereka terhindar dari bahaya, tetapi diperlukan pengorbanan lain
yaitu support untuk mendukung tentara Mongol menaklukkan daerah lainnya dengan
suplai tenaga kerja, persediaan bahan makanan, dan layanan lainnya yang diminta
oleh pasukan Mongol.
Sebaliknya. Jika tawaran itu ditolak, Mongol akan menyerang
dan menghancurkan kota-kota tersebut, tetapi memungkinkan warga sipil melarikan
diri dan beberapa diantaranya menjadi alat menebar teror dengan melaporkan
kerugian mereka. Laporan-laporan tersebut adalah alat penting untuk menghasut
rasa takut pada orang lain. Namun, kedua belah pihak seringkali memiliki
kepentingan yang sama jika berbeda motivasinya dalam melebih-lebihkan
dahsyatnya peristiwa tersebut. Bisa jadi dengan melaporkan itu reputasi pasukan
Mongol itu akan meningkat bisa juga laporan teror mereka tersebut untuk meningkatkan
semangat tentara melawan pasukan Mongol.
Untuk itu, data spesifik (misalnya jumlah korban) yang
diberikan dalam sumber-sumber kontemporer perlu dievaluasi dengan hati-hati,
lihat segi motivasi dari pemberitaan itu.
Bangsa Mongol juga menggunakan taktik tipu muslihat dengan
sangat baik dalam perang mereka. Misalnya, ketika mendekati tentara lawan yang
bergerak akan dibagi ke dalam tiga atau lebih kelompok tentara, masing-masing
berusaha untuk mengepung dan mengejutkan lawan mereka. Hal ini menciptakan
skenario battlefield, banyak lawannya mengira bahwa pasukan Mongol tampaknya
akan bisa muncul entah dari mana saja dan kelihatanya lebih banyak dibanding
kenyataan sebenarnya. Mengapit dan atau pura-pura mundur jika musuh tidak dapat
diatasi dengan mudah adalah salah satu teknik yang paling sering dipraktekkan.
Teknik lainnya yang umum digunakan oleh pasukan tentara
Mongol benar-benar perang psikologis dan digunakan untuk menarik memancing
musuh ke posisi rentan dengan menunjukkan diri dari sebuah bukit atau beberapa
lokasi yang telah ditentukan sebelumnya, maka menghilang seger ke dalam hutan
atau di belakang bukit sementara tentara Mongol yang lainya akan mengapit
dengan strategi muncul tibatiba seolah-olah bisa datang entah dari mana saja
baik sisi dari kiri, kanan dan atau dari belakang mereka. Selama awal untuk
memulai pertempuran di medan perang, saat berkemah di dekat lokasi musuh-musuh
mereka maka di malam hari berpura-pura menunjukan keunggulan jumlah pasukan
memerintahkan masing-masing unit pasukan untuk menyalakan sedikitnya lima
tempat kebakaran, yang akan terlihat untuk para pengintai musuh atau mata-mata
bahwa kekuatan mereka diperkirakan lima kali lebih besar dari jumlah
sebenarnya.
Pasukan Mongol juga melakukan trik kamuflase dan teror, dengan
cara mengikat cabang-cabang pohon atau daun di belakang kuda mereka dan
membiarkan kuda-kuda itu menarik dedaunan dibelakangnya sehingga menyapu tanah;
dengan melakukan perjalanan disertati dengan pergerakan yang sistematis dan
serempak pasukan Mongol bisa menciptakan badai debu di balik bukit, hal ini
dalam rangka menciptakan rasa takut dan juga kamuflase supaya tampak bagi lawan
jumlah pasukan mereka jauh lebih besar dari kondisi yang sebenarnya, sehingga
memaksa lawannya untuk menyerah. Karena setiap tentara Mongol seperti
disebutkan sebelumnya memiliki lebih dari satu kuda, mereka akan membiarkan
para tahanan dan warga sipil juga untuk naik kuda mereka untuk sementara waktu
sebelum konflik pertempuran berlangsung, dan tujuannya yang pastinya yaitu
kamuflase dari keunggulan jumlah pasukan itu tadi.
M. Rekrutmen Pasukan
Lawan Yang Menyerah
Pasukan Mongol mulai menaklukkan wilayah-wilayah yang lain,
sembari merekrut para laki-laki untuk dijadikan bagian dari pasukan tentaranya
jika mereka hanya menyatakan menyerah, terutama misalnya bangsa Turki dan
bangsa lainnya, seperti Armenia, Georgia dan lainnya, siap-siap saja berada
dalam bayang-banyang kehancuran total apalagi menantang perang, pasti digebuk
habis Karena itu, sebagai mereka memperluas ke daerah lain, jumlah pasukan
mereka meningkat karena cara perekrutan tadi dari bangsa-bsangsa yang
menyatakan takluk, termasuk di dalam serangkaian penaklukan mereka, cara
seperti itu yang dilakukan seperti halnya invasi dan pertempuran di Baghdad,
tentara lokalan itu bahu membahu menyerbu Bagdad, alhasil pasukan Mongol
termasuk pasukan multi nasional karena terdiri dari campuran berbagai bangsa
dan berjuang di bawah kontrol dan kepemimpinan Mongol.
N. Taktik Pertempuran
Darat
Para tumen biasanya akan maju di garis depan, lima baris
melebar. Tiga baris pertama akan terdiri dari pasukan pemanah berkuda, dua
baris terakhir terdiri dari pasukan akhli tombak. Setelah pasukan musuh berada
dalam jarak jangkau senjata panah, pasukan Mongol akan mencoba untuk
menghindari serangan frontal berisiko atau sembrono (kontras dengan lawan-lawan
mereka dari Eropa dan Timur Tengah). Sebaliknya mereka akan menggunakan
serangan pengalih perhatian untuk mengacaukan dilokasi pertempuran utama,
sementara pasukan utama mereka berusaha untuk mengepung atau mengelilingi
musuh. Sekenarion pertama, para pemanah berkuda akan memberikan sebuah serangan
cepat dengan panah api. Suplai panah terus ditambahkan dengan cara dibawa oleh
unta-unta yang mengikuti dari jarak dekat untuk memastikan suplai amunisi.
Tehnik Menjepit atau mengapit
Dalam semua situasi medan perang, pasukan akan dibagi ke
dalam formasi yang terpisah mulai dari kelompok per 10, 100, 1.000 atau 10.000
prajurit tergantung pada situasi dan kondisi medan tempur serta formasi pasukan
lawan. Jika pasukan memecah diri dari kekuatan utama dengan jumlah yang
signifikan seperti 10.000 atau lebih prajurit kearah depan atau menyamping maka
para komandan yang berada diatas bukit akan memberikan isyarat supaya pasukan
berikutnya melapisi dengan jumlah yang sama juga Para pemimpin pasukan Mongol
umumnya akan memberikan taktik yang digunakan untuk menyerang musuh. Misalnya
dalam penyerbuan sebuah kota dengan memecah pasukan supaya mengepung dari
sebelah kiri dan kanan masing masing 500 prajurit, maka perintah itu akan
diterjemahkan dengan disampaikan kepada 5 unit dengan masing-masing unit
berjumlah 100 tentara dan pasukan yang diperintahkan akan mencoba mengepung dan
melakukan penyerangan dari kedua sisi itu.
Pengepungan dan pembukaan
Alasan utama untuk pengepungan ini adalah untuk mengepung
kota sehingga lawannya tidak ada yang bisa meloloskan diridari kedua sisi. Jika
terlihat situasi memburuk pada salah satu bidang atau sisinya, pemimpin pasukan
dari bukit akan mengarahkan tentara lainya untuk mendukung serangan tadi. Jika
tampak bahwa akan ada masalah yang menyebabkan kerugian yang cukup lumayan
dipihak pasukan sendiri, pasukan Mongol akan mundur untuk menyelamatkan diri
dan akan mencoba lagi pada hari-hari berikutnya, atau bisa jadi bulan depan
setelah mempelajari taktik pertahanan lawannya dalam pertempuran pertama atau
bahkan mengirim pesan lagi supaya pihak lawan menyerah, tentunya setelah
menimbulkan beberapa bentuk kerusakan dan sabotase terhadap kota yang mau
ditaklukan.
Tidak ada ketetapan kapan dan di mana unit-unit pasukan
harus dikerahkan, tapi itu semua tergantung pada situasi selama pertempuran
berlangsung.
Kelompok-kelompok pasukan memiliki kewenangan penuh pada apa
yang harus mereka lakukan pada saat pertempuran terjadi seperti mendukung
pasukan pada sisi-sisi lain atau melakukan kamuflase dengan pura-pura mundur
pada kondisi yang tepat dalam kelompok-kelompok kecil 100 sampai 1000 selama
pertempuran sudah dimulai sesuai dengan arahan umum dan lawan dapat dieliminasi
jumlahnya.
Pura-pura Mundur dan Kabur
Pasukan Mongol biasa mempraktekan siasat pura-pura mundur,
yang mungkin merupakan taktik medan perang yang paling sulit untuk dilakukan.
Hal ini karena kemenangan pura-pura bila berhadapan dengan pasukan terlatih
sering dapat berubah menjadi kemenangan yang nyata jika pasukan lawan mampu
menekan secara sempurna. Berpura-pura berantakan dan mengalami kekalahan dalam
panasnya pertempuran yang sedang sengit-sengitnya, secara tiba-tiba dalam
sekejab pasukan Mongol dapat berubah panik dan berbalik lalu kabur, pada saat
poros tengah pasukan lawan bisa ditaik keluar, kemudian dengan segera pasukan
Mongol menghabisi pasukan lawannya di saat pasukan lawan lengah karena asik
menyerang.
Jika taktik mudur itu diketahui pihak lawanya, maka pasukan
Mongol dengan sabar memperpanjang mundur pura-puranya selama beberapa hari atau
bahkan bisa dalam hitungan mingguan, hal ini bertujuan untuk meyakinkan
pemburuan palsu bahwa mereka benar-benar telah dapat dikalahkan, dan setelah
dirasa bahwa lawanya tidak lagi memperketat pertahanan seperti semula. lalu
kemudian pasukan yang tadinya mundur dengan cepat akan kembali dan bergabung
lagi dengan formasi pasukan utama.
O. Terakhir! Semangat
Juang
Berperang tanpa semangat juang apalah artinya, mati konyol
itu pasti! Semangat juang yang dibangun oleh Jenghis Khan, Sang Kaisar Agung,
Sang Penakluk, pada dasarnya sama dengan para pemimpin yang lain. Menggunakan
semangat spiritual.
Ide dasarnya adalah nuansa religius atau nilai-nilai
spiritual dari kepercayaan yang mereka anut. Jenghis Khan berhasil membina
karakter pasukannya berdasarkan nilai-nilai itu. Dan sama juga penokohan atas
tokoh spiritual itu jatuh pada Jenghis Khan yang dianggap sebagai wakil dari
Sang Pencipta.
Nilai-nilai inilah yang terus dikembangkan, dipupuk dan
dibina serta dipertahankan, sehingga menimbulkan nilai kepercayaan diri dan
kerelaan untuk berkorban. Jenghis Khan termasuk katagori manusia cerdas
menggunakan metode ini untuk memupuk dan menempa semngat juang pasukannya.
Jadilah pasukan Kekaisaran Agung Mongol, pasukan yang disetiap pertempuran
menjadi bintang lapangannya.
Kelebihan lain, Jenghis khan melakukan kesemuanya itu dengan
tauladan dari dirinya sendiri. Itulah sebenarnya inti dari berhsilnya apapun
yang dia terapkan terhadap para prajurinya lebih jauh terhadap bangsa Mongol
secara keseluruhan. Terlihat sekali dari prosentase hasil rampasan perang yang
dia ambil yang Cuma 10% untuk kas negara dan sebagian dirinya selebihnya buat
pasukan secara adil, kehidupan yang merakyat alias penuh kesederhanaan dan
nilai-nilai kekeluargaan yang dia bangun. Lihat. Jika Seorang Kaisar Mongol
meninggal, pasukan dimana pun berada pasti ditarik ke induk pasukan utama,
sebagian besar kembali ke daratan Mongol untuk menghormati Kaisar mereka.
sumber : http://menguaktabirsejarah.blogspot.com/2012/06/seni-perang-ala-jenghis-khan-v.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar